Sabtu, 21 Agustus 2010

penjajah indonesia

Literatur-literatur sejarah terutama materi pelajaran sejarah yang disajikan kepada para siswa dari tingkat SD sampai SMA, sarat dengan hiruk pikuk kisah-kisah heroik dan patriotik. Hal in menyebabkan tumbuhnya pemahaman di kalangan generasi muda Indonesia tentang keburukan suatu bangsa yang kemudian diberi titel penjajah, nampaknya dipola sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah mata uang dengan dua sisi berbeda pada satu wadah bernama nasionalisme. Pada satu sisi digambarkan tentang tingkah laku penjajah yang menjadi tuan atas bangsa Indonesia lalu ditambah dengan adanya orang-orang (pribumi) Indonesia yang menghianati bangsanya sendiri. Sementara pada sisi lainnya menggambarkan penderitaan rakyat dan kenistaan rakyat Indonesia yang terjajah di tanah kelahiran sendiri. Imej dan ajaran seperti ini melahirkan sikap kebencian dan antipati yang terkadang berlebihan dan menutup mata untuk memperhatikan hal lain yang kontradiktif dengan penderitaan dan kenistaan tadi.

1. Pengantar

Tulisan ini awalnya berjudul Pengaruh Penjajahan di Indonesia dan telah diterbitkan dalam bentuk tulisan pada Jurnal Ilmiah sejarah dan Budaya “Buddhiracana” yang diterbitkan oleh BKSNT (Balai kajian sejarah dan Nilai Tradisional) Bandung tahun 2001. Pada tulisan di blog ini tulisan tersebut dibagi menjadi 2 bagian, pertama berjudul Penjajahan dan Indonesia; mengungkap kronik kisah pejajahan yang pernah terjadi di Indonesia antara tahun 1603-1963. Kedua, berjudul Pengaruh Penjajahan di Indonesia; refleksi sikap bangsa terhadap realitas dampak penjajahan yang telah berlangsung selama 360 tahun. Pada bagian penutup tulisan ini (bagian kedua) dikemukakan suatu sikap yang melihat suatu peristiwa secara proporsional dan tidak parsial tanpa bermaksud sedikitpun mengurangi sikap patriotik dan nasionalisme kebangsaan Indonesia.

2. Pendahuluan

Secara leksikan penjajahan adalah suatu proses, pembuatan atau cara menjajah (Tim Penyusun Kamus, 1990: 345) dalam arti suatu aktifitas yang mengarah pada penguasaan dari sesuatu yang telah ditundukan sehingga menjadi lemah dengan menggunakan ancaman, teror, agitasi, tekanan, agresi dan tindakan kekerasan lainnya. Dalam memahami kondisi di nusantara kemudian Indonesia terutama di abad ke-7 sampai pertengahan abad ke-20 masehi, maka penjajahan adalah penguasaan wilayah dan penduduk beserta perangkat-perangkat pemerintahan tradisional (adat, raja dan kerajaan) disertai pemaksaan untuk patuh pada peraturan yang diatur secara sepihak oleh penguasa baru. Dalam kondisi seperti ini berbagai aturan dan peraturan yang telah ada menjadi rancu karena di satu sisi penduduk jajahan telah memiliki aturan yang mengiket mereka secara adat (seperti hanya patuh kepada pemimpin lokal mereka), sementara di sisi lain setiap penjajah akan menggunakan cara mereka sendiri dalam mejalankan taktik dan permainan pada daerah jajahannya. Tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh penjajah adalah menekan pemimpin lokal agar rakyat atau pengikut pengikutnya mau bekerjasama.

Selain itu, penjajahan juga memuat pengertian kungkungan terhadap kreatifitas bahkan aktifitas rakyat jajahan dimana penjajah selalu mempunyai perasaan dan sikap curiga sehingga diperlukan pengawasan terus menerus. Dalam hal ini pembatasan dan penanaman paksa pola pikir juga adalah penjajahan sepanjang itu dimaksudkan untuk pemaksaan kehendak.

Penjajahan menurut bangsa Indonesia dapat dilihat dalam alenia pertama Undang-Undang dasar 1945 yang menyebutkan bahwa penjajahan itu adalah suatu perbutan yang tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Maksudnya adalah pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia seperti untuk hidup, hak untuk berbicara, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk melaksanakan ibadah, hak untuk penyelenggaraan kebudayaa dan hak atas perkerjaan yang layak. Sedangkan pelanggaran terhadap perlakuan dan pembagian yang tidak berimbang, hak mendapatkan perlindungan keamanan, hak kebersamaan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pendapatan/penghasilan yang layak sesuai dengan jenis pekerjaannya, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran azas-azas keadilan.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia melalui konteks perundangannya sangat menjunjung tinggi solidaritas sosial seperti termaktub dalam sila kedua dan kelima dasar negara Indonesia Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan Sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sampai sejauh mana perikemanusiaan dan perikeadilan ini berfungsi atau diberlakukan di Indonesia, tulisan ini tidak mempresentasikannya dalam wacana kali ini. Tulisan ini adalah sekedar wacana yang mencoba mengulas hal yang kontradisksi dalam hal pemahaman sejarah bangsa Indonesia yang selama ini menganggap bahwa penjajahan hanyamengakibatkan kerugian dan penderitaan. Jadi tulisan ini mencoba mengangiat sisi lain (kalau tidak mau disebut sisi baik) yang dikaji berdasarkan fakta-fakta sejarah dari penjajahan yang pernah berlangsung di Indonesia –sejak penjajahan Belanda selama 350 tahun dan penjajahan Jepang selama ± 2,5 tahun- tanpa bermaksud menghilangkan sikap nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia.

3. Indonesia di bawah jajahan bangsa asing

Sebelum mengetengahkan kondisi Indonesia di masa penjajahan bangsa asing, maka perlu diulas dahulu tentang kondisi di nusantara pada saat Indonesia[1] belum dilahirkan. Kemudian agar terpenuhi unsur keterpaduan antara permasalahan dengan pembahasan, maka tulisan ini tidak dimulai dari awal kehadiran kerajaan pertama (abad ke-5) melainkan dimulai dari masa ekspansi kerajaan Sriwijaya. Inipun tidak disajikan secara runtut. Sebagimana diketahui tumbuh kembangnya kerajaan di nusantara bersifat berkesinambungan sekalipu yang munsul kemudian adalah kerajaan baru atau dinasti baru akibat politik aneksasi antar kerajaan atau intrik politik intern suatu kerajaan yang akhirnya melahirkan kerajaan baru.

Dalam abad ke -7 yaitu antara tahun 683-686 M, raja Jayanasa (Jayanaga) dari kerajaan Sriwijaya melakukan aneksasi ke utara dan selatan untuk menguasai Selat Malaka dan Selat Sunda. Dalam aneksasi ini penduduk di sekitar sungai Batanghari dan Pulau Bangka dikutuk karena tidak patuh kepada raja dan pembesar kerajaan (D.E.G. Hall, 1988:40).Selanjutnya dalam abad ke-11 sampai 12 terjadi pencaplokan antarkerajaan seperti dikuasainya kerajaan Janggala oleh Panjalu atau kerajaan Kediri (Ibid,68). Setelah kerajaan Kediri runtuh dan digantikan oleh Singasari (1222) dengan rajanya yang bernama Ken Arok. Selanjutnya peenguasaan kerajaan Majapahit atas kerajaan-kerajaan lain terutama pada saat Gajah Mada menjadi mahapatih dan mengeluarkan Sumpah Palapa pada tahun 1331. Sumpah Palapa adalah sebuah perwujudan politik penaklukan dengan kekuatan militer sebagai realisasi cita-cita untuk menyatukan kepulauan nusantara dibawah pengaruh dan keuasaan Majapahit.

Sekelumit kisah di atas memberi nuansa lain dala khazanah historiografi Indonesia yang merupakan fakta bahwa jauh sebelum bangsa-bangsa penjajah (Belanda mewakili Eropa dan Jepang mewakili Asia menyentuh nusantara, nenek moyang bangsa Indonesia sudah salaing menjajah.

Proses penjajahan ini terus dilanjutkan oleh penguasa yang sam sekali tidak berdarah nusantara melainkan dari sisi bumi yang lain yakni dari benua Eropa dengan latar perdagangan untuk kemudian campur tangan dalam masalah-masalah intern kerajaan nusantara dengan tujuan akhir menguasainya secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan semangat yang sedang berkembang di Eropa terutama pada sekitar abad ke-15 Masehi, yaitu berusaha mendapatkan rempah-rempah yang menjadi komoditas perdagangan yang sangat menguntungkan dengan harga murah (sebelum penaklukan) dan menjualnya dengan harga sangat tinggi. Pedagang Eropa ini kemudian menjadi pengelola (setelah menguasai kerajaan setempat).

Sebelumnya, rempah-rempah tersebut diperoleh dari para pedagang Arab dari Timur Tengah. Namun kemudian mereka melakukan pelayaran sendiri ke pusat-pusat rempah-rempah tersebut. Dalam perjalanan, pedagang Eropa ini dilengkapi dengan tentara bayaran untuk menjaga dan mengamankan perjalanan mereka dari kemungkinan hadangan perompak.Para tentara bayaran ini ternyata sangat berguna terutama dalam penaklukan kerajaan lokal.

Setelah melihat langsung situasi dan kondisi di tempat asal barang dagangan tersebut ternyata kemudian menimbulkan inspirasi untuk menguasai atau memonopoli komoditi perdagang tersebut. Namun demikian untuk memonopoli ini diperlukan usaha keras membujuk penguasa setempat selain mencari peluang lain untuk maksud yang lebih besar.

Ketika pedagang Eropa berada di nusantara, kondisi kerajaan-kerajaan sedang dalam masa kekacauan. Ada yang memperebutkan tahta, ada yang melakukan aneksasi. Kondisi ini tentu saja merupakan peluang bagi pedagang Eropa dengan cara memihak salah satu dari yang bertikai dan menjanjikan perlindungan dengan kekuatan senjata yang lebih modern.Tetapi tentu saja “bantuan” ini disertai perjanjian yang menguntungkan mereka para pedagang Eropa. Tercatat ada dua perjanjian yang sangat menguntungka mereka yaitu korte verklaring dan lang verklaring(perjanjian pendek dan perjanjian panjang). Tidak satupun kerajaan lokal yang terikat dengan perjanjian ini yang tidak dikuasai, hingga akhirnya pad abad ke-18 nusantara di bawah kekuasaan Eropa (Belanda dan Inggeris bergantian di wilayah barat dan tengah nusantara – Belanda sampai ke Papua-, Portugis di Malaka dan Timor Timur.

Sukses menguasai wilayah nusantara tidak serta merta memakmurkan negeri induk mereka, karena rangkaian upaya penaklukan ternyata juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) dinyatakan bangkrut dan memiliki hutang yang tidak mungkin terbayar dibalik kesuksesan mereka menaklukkan kerajaan lokal.

Pemerintah Kerajaan Belanda kemudian mengambil alih penguasaan atas wilayah taklukan VOC dan menjadikannya sebagai koloni kerajaan Belanda sesuai pasal 232 UUD Belanda tahun 1798 dan pada tahun 1806 Raja Belanda Lodewijk Napoleon menempatkan urusan wilayah jajahan pada suatu departemen di bawah menteri jajahan dan mengangkat gubernur jenderal sebagai kepala pemerintahan di daerah kolonial (Bayu Surianingrat, 1981:9). Dengan demikian Hindia Belanda sudah menjadi bagian negeri Belanda dan dimulailah kolonialisme.

Kolonialisme seperti tertulis dalam buku Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia adalah rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain di bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan dengan jalan dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi kebudayaan. Sedangkan imperialisme adalah sistem usaha menyatukan daerah-daerah yang merupakan koloninya hingga menjadi bagian dafri kekuasaan (C.S.T. Kansil dan Juliantyo S.A.,:1968:13) Kedua teori ini menggambarkan pencaplokan wilayah dan pemaksaan kekuasaan secara mutlak pada seluruh sendi-sendi kehidupan rakyat jajahannya, amat sesuai dengan kondisi nusantara terutama sejak runtuhnya VOC tahun 1795 dan dilanjutkan dengan berkuasanya pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1806 sampai 1942, kemudian oleh bangsa Jepang dari tahun 1941 sampai 1945, dan dilanjutkan lagi dengan percobaan Belanda untuk kembalimenjajah Indonesia dari tahun 1945 sampai penyerahan kedaulatan kepada RIS tahun 1949.

Penjajahan negeri Belanda atas wilayah Indonesia dapat dibagi dalam empat masa. Pertama, masa monopili perdagangan dengan didirikannya sebuah kantor dagang di jayakarta bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1602 (Ibid:16) sampai dinyatakan bangkrut (1795) setelah 193 tahun mengeruk kekayaan alam nusantara cikal bakal Indonesia. Masa ini ditandai dengan pemaklukan kerajaan-kerajaan lokal di nusantara serta perebutan daerah penghasil rempah-rempah dengan bangsa Eropa lainnya seperti Inggeris, Spanyol, dan Portugis. Kedua, masa setelah runtuhnya VOC dan wilayah bekas penetrasi VOC kemudian dikolonisasi oleh Kerajaan Belanda dari tahun 1806 sampai 1942. Masa ini ditandai dengan penaklukan kerajaan lokal, penumpasan pemberontakan dalam kerajaan, tumbuh dan berkembangnya nasionalisme kebangsaan pribumi, terjadinya perubahan di negeri Belanda akibat aktifitas Partai liberal yang menhendaki agar pemerintah kerajaan juga memperhatikan nasib rakyat jajahannya (masa politik etis). Ketiga, masa invasi militer Belanda yang membonceng sekutu (yang kemudian diakui sebagi aksi polisional) dengan tujuan mengembalikan Indonesia sebagi koloni Kerajaan Belanda.Ini terjadi antara tahun 1945 sampai tahun 1949, setelah pemerintah Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia serikat (RIS).Masa ini ditandai dengan semangat persatuan yang utuh untuk mengusir Belanda dan mempertahankan kemerdekaan[2], agresi militer Be;nada I yang melanggar Persetujuan Linggar Jati pada tanggal 20 Juli 1947 dan agresi Belanda II yang melanggar Persetujuan Renville dengan menyerang ibukota RI Yogyakarta dan menawan presiden dan wakil presiden bersamaan dengan penyerangan terhadap Bukittinggi pada tanggal 19 Desember 1948.Dalam masa ini juga lahir sebuah pemerintahan darurat secara bergerilya menghindari pasukan Belanda bernama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Sumatera Barat diketuai oleh Mr. Syafrudin Prawiranegara, sehingga Republik Indonesia tidak hancur.Keempat, masa merebut Irian Barat yang tidak pernah akan dilepaskan oleh pemerintah Kerajaan Belanda sampai tanggal 1 Oktober 1963. Masa ini ditandai dengan perubahan RIS emnjadi Ri, munculnya Tritura, gejolak politik yang memanas sehingga melahirkan perang saudara seperti terbentuknya dewan-dewan daerah, RMS, PRRI/Permesta, perubahan UUD dan pemilu I tahun 1955.

Memperhatikan keempat masa di atas, maka untuk mengumpulkan kurun waktu penjajahan Belanda atas wilayah Indonesia adalah dari tahun 1602 sampai dengan tahun 1963 sehingga masa penjajahan tersebut berlngsung selama 361 tahun, ditambah 3½ tahun dibawah jajahan bangsa Jepang yang berlangsung antara 1942 sampai 1945. Dengan demikian, maka jajahan bangsa asing (Belanda dan Jepang di Indonesia berlangsungselama 364 tahun. Suatu rentang waktu yang sangat panjang dan telah melibatkan beberapa generasi sebagai kenyataan pahit bangsa yang tertindas.Bersambung ke bagian kedua.

Kepustakaan

Ekajati, edi S.dkk., 1998.

Sejarah Pendidikan Daerah Jawa barat. Jakarta: Depdikbud.

Hall, D.G.E., 1998.

Sejarah Asia Tenggara. Surabaya: Usaha Nasional.

Kansil C.S.T., dan Julianto S.A., 1982.

Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta :Erlangga.

M. Hutauruk, 1984

Gelora Nasionalisme Indonesia. Jakarta:Erlangga.

Surianingrat, Bayu. 1981.

Sejarah Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Dewaruci Press.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka.


[1] Kata Indonesia yang akhirnya menjadi nama salah satu negara di wilayah Asia Tenggara, pertama kali dikemukakan pada tahun 1850 oleh etnologi Inggeris bernama G.R. Logan. Kata Indonesia berasal dari kata Indianesos (bahasa Yunani berarti kepulauan) jika disatukan akan membentuk pengertian Kepulauan Hindia. Secara sosio-politik, nama Indonesia digunakan pertama kali oleh(bahasa Latin berarti Hindia) dan mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (1922) yang diketuai oleh Mohammad Hatta. Nama Indonesia selanjutnya dikukuhkan oleh pemuda-pemuda Indonesia sebagai sikap nasionalisme pada tanggal 28 Oktober 1928 sewaktu Sumpah Pemuda dicetuskan dimana saat itu lagu Indonesia Raya sebagai lagu persatuan (kemudian menjadi lagu kebangsaan) dinyanyikan pertama kali. (Hasan Sadeli:1437).

[2] Sedikit catatan, dalam masa ini persatuan yang mengandung unsur kebersamaan mencapai puncaknya kemudian terus menurun secara drastis sebagai akibat mendahulukan kepentingan kelompok daripada bangsa. Tercatat beberapa peristiwa penting seperti: Pemberontakan PKI Muso (Madiun Affair)18 September 1948 dan Pemberontakan DI/TII tahun 7 Agstus 1949.

Sabtu, 29 Mei 2010

Legenda Indonesia "Buaya Putih dari maluku"

Pernahkah anda datang ke Danau Wisata Tolire, Ternate, Maluku?? tahukah anda danau tersebut bukan hanya indah tetapi juga menyimpan kemisteriusan. Salah satunya adalah jika kita melempar apapun, sekeras apapun kedalam danau maka benda tersebut tidak akan pernah mengenai permukaan air danau tersebut. Dipercaya juga Buaya Putih hidup didanau tersebut. Aneh? Misterius? Tidak logis? sudah jelas. Menurut penduduk setempat kejadian tersebut tidak lepas dari legenda danau tersebut secara turun temurun.



Biasanya saya lebih suka menulis artikel2 luar yang berbau misteri. Kali ini saya berinisiatif untuk mengangkat salah satu kekayaan Indonesia yaitu "legenda". Sangat banyak legenda dan kebudayaan Indonesia yang mengandung misteri yang hingga sekarang dapat dirasakan secara nyata namun tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Legenda buaya putih dari Maluku ini adalah salah satunya.

Sebelum menuju ke cerita legenda, saya akan menjelaskan lokasi terjadinya kejadian tersebut.

Danau Tolire

Maluku memang masih sangat terasa kental keindahan alamnya, salah satunya yang dikenal adalah danau Tolire. Danau wisata yang terletak sekitar 10 km dari pusat kota Ternate ini selain mengandung keindahan juga menyimpan misteri.


Danau Tolire berada di bawah kaki Gunung Gamalama, gunung api tertingi di Maluku Utara. Di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan Jambulang (buah khas Ternate, Disisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut dan sunset sore hari merupakan pemandangan spesial khas Tolire.

Danau Tolire terdiri dari dua buah danau, yaitu Danau Tolire Besar dan Danau Tolire Kecil. Jarak antara keduanya hanya sekitar 200 meter. Uniknya danau Tolire besar sekilas terlihat seperti kuali besar karena dikelilingi tebing2 tinggi dari gunung Gamalama. Danau air tawar ini juga dihuni oleh banyak ikan2 air tawar.

Berdasarkan sejarah geologi, terbentuknya Danau Tolire adalah akibat dari letusan freatik yang pernah terjadi daerah ini.

Legenda

Dahulu kala dilokasi tersebut merupakan sebuah desa/perkampungan. Warga desa tersebut hidup sejahtera dan mempunyai tali persaudaraan yang kuat, sehingga tidaklah aneh jika semua warga didesa tersebut saling mengenal pribadi satu sama lain. Sampai suatu ketika terjadi kejadian yang diluar dugaan.

Seorang bapak menghamili anaknya sendiri. Kejadian tersebut akhirnya diketahui masyarakat sekitar dan membuat seluruh warga marah. Mereka mengutuk sang ayah dan anak tersebut dan mengusir mereka dari desa. Karena terpaksa dan merasa malu maka ayah dan anak tersebut pergi meninggalkan desa. Ketika mereka melangkahkan kaki pergi dari desa suatu kejadian aneh terjadi.

Konon katanya seketika tempat mereka (ayah dan anak itu) berpijak terbelah akibat gempa dahsyat secara tiba-tiba. Sang penguasa murka dan menghukum ayah, anak, beserta desa tersebut menjadi dua buah danau. Satu danau besar yang kemudian disebut tolire besar (lamo) yang menggambarkan sang ayah. Satu lagi danau yang lebih kecil yang disebut tolire kecil (ici) yang mencerminkan sang anak.

Sampai sekarang kedua danau tersebut masih ada sampai sekarang. Menurut masyarakat kedalaman danau Tolire tidak terukur

Konon katanya para warga desa tersebut sekarang berubah menjadi buaya putih yang melindungi danau sampai sekarang. Penduduk setempat meyakini danau tersebut dihuni oleh ratusan buaya putih berukuran sekitar 10 meter yang kerap kali menampakkan dirinya. Itu sebabnya mengapa pengunjung dilarang berendam, berenang, bahkan memancing di danau Tolire, karena mereka percaya barang siapa yang mengganggu danau akan menjadi mangsa buaya putih.


Buaya putih hanya bisa dilihat oleh orang2 tertentu yang memiliki hati yang bersih, jadi tidak semua orang bisa melihatnya. Tapi memang ada beberapa wisatawan yang bisa melihat Buaya Putih tersebut.

Pernah suatu ketika seorang perantau dari luar negeri tidak percaya akan adanya legenda tersebut. Dia memaksa untuk berenang di danau tersebut untuk membuktikan kebenaran legenda itu walaupun sudah dilarang warga. Diapun akhirnya berenang di danau dan hilang begitu saja. Warga percaya kalau perantau itu telah dimangsa oleh buaya putih.

Danau ini juga menyimpan keanehan lainnya. Katanya jika kita melempar benda ke danau tersebut sekeras apapun benda tersebut tidak akan pernah menyentuh permukaan danau. Kebanyakan wisatawan yang datang ke danau ini tidak hanya menikmati pemandangan tetapi juga ingin mencoba kebenaran legenda setempat.

Akibatnya disekeliling danau dijual batu kerikil khusus untuk dilempar kedalam danau. Benar saja, tidak ada satu orang pun yang berhasil menyentuh permukaan danau. Batu yang dilempar seperti ditahan oleh kekuatan gravitasi tertentu. Menurut penduduk setempat kekuatan Buaya Putihlah yang menahan batu2 tersebut agar tidak mengenai permukaan danau.

Apakah yang menyebabkan batu2 itu bisa tertahan? apakah mungkin ada kekuatan gaib yang menahannya???

Menurut pendapat saya mungkin didasar kedalaman danau tersebut terdapat suatu gas atau zat tertentu yang dapat mengurangi kekuatan gravitasi sehingga terasa seperti melayang (apalagi batu kerikil). Kalau mengenai Buaya Putih selama saya belum pernah melihat sendiri jadi saya tidak percaya, tapi memang Indonesia kaya akan hal2 gaib seperti ini, ada yang nyata ada juga yang tidak, jadi mungkin keberadaan buaya putih itu memang ada.

Yang harus diperhatikan adalah semua legenda pasti berasal dari kisah/kejadian nyata yang mungkin salah diinterpretasikan.

Namun itu hanya pendapat saya, mungkin benar mungkin juga tidak. Satu hal yang pasti, karena kemisteriusannya itu danau Tolire sampai sekarang belum pernah diteliti secara serius. Kedalaman danaunya saja belum diketahui, apalagi yang terkandung didalamnya.

"thats nature, full of secret which is forbiden"

**UPDATE**

Sekedar menambahkan info, buaya putih sebenarnya bukan hewan mistis atau mitos seperti kebanyakan yang kita ketahui. Buaya putih memang benar2 ada dan nyata keberadaannya. Buaya ini digolongkan kedalam jenis Albino Aligator yang kebanyakan hidup di benua Amerika, walaupun memang populasinya sedikit dan keberadaanya susah ditemui.

Menurut Dailymail.uk di taman Gatorland, Florida dipelihara seekor buaya putih yang merupakan salah satu dari 12 buaya putih di Dunia yang telah berhasil diidentifikasi.


Jadi sudah jelas sekarang kalau buaya putih itu beneran ada. Pertanyaan kembali, kalau buaya putih hanya ada di benua Amerika kenapa begitu banyak legenda Indonesia yang terdapat buaya putih didalamnya?? tetap saja misterius... ckckck

malin kundang


Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar.Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menyumpah anaknya "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu".

Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Aia Manih, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.

Jumat, 28 Mei 2010

pesut mahakam

SEKILAS TENTANG PESUT MAHAKAM



Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut (Orcaella brevirostris) hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady.

Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, danau Jempang (15.000 Ha), danau Semayang (13.000 Ha) dan danau Melintang (11.000Ha).

Pesut mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar.

Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.

Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.

Pada jaman dahulu kala di rantau Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa keluarga. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah sebagai petani maupun nelayan. Setiap tahun setelah musim panen, penduduk dusun tersebut biasanya mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian.

Ditengah masyarakat yang tinggal di dusun tersebut, terdapat suatu keluarga yang hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan dua orang putra dan putri. Kebutuhan hidup mereka tidak terlalu sukar untuk dipenuhi karena mereka memiliki kebun yang ditanami berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Begitu pula segala macam kesulitan dapat diatasi dengan cara yang bijaksana, sehingga mereka hidup dengan bahagia selama bertahun-tahun.

Pada suatu ketika, sang ibu terserang oleh suatu penyakit. Walau telah diobati oleh beberapa orang tabib, namun sakit sang ibu tak kunjung sembuh pula hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sepeninggal sang ibu, kehidupan keluarga ini mulai tak terurus lagi. Mereka larut dalam kesedihan yang mendalam karena kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Sang ayah menjadi pendiam dan pemurung, sementara kedua anaknya selalu diliputi rasa bingung, tak tahu apa yang mesti dilakukan. Keadaan rumah dan kebun mereka kini sudah tak terawat lagi. Beberapa sesepuh desa telah mencoba menasehati sang ayah agar tidak larut dalam kesedihan, namun nasehat-nasehat mereka tak dapat memberikan perubahan padanya. Keadaan ini berlangsung cukup lama.

Suatu hari di dusun tersebut kembali diadakan pesta adat panen. Berbagai pertunjukan dan hiburan kembali digelar. Dalam suatu pertunjukan ketangkasan, terdapatlah seorang gadis yang cantik dan mempesona sehingga selalu mendapat sambutan pemuda-pemuda dusun tersebut bila ia beraksi. Mendengar berita yang demikian itu, tergugah juga hati sang ayah untuk turut menyaksikan bagaimana kehebatan pertunjukan yang begitu dipuji-puji penduduk dusun hingga banyak pemuda yang tergila-gila dibuatnya.

Malam itu adalah malam ketujuh dari acara keramaian yang dilangsungkan. Perlahan-lahan sang ayah berjalan mendekati tempat pertunjukan dimana gadis itu akan bermain. Sengaja ia berdiri di depan agar dapat dengan jelas menyaksikan permainan serta wajah sang gadis. Akhirnya pertunjukan pun dimulai. Berbeda dengan penonton lainnya, sang ayah tidak banyak tertawa geli atau memuji-muji penampilan sang gadis. Walau demikian sekali-sekali ada juga sang ayah tersenyum kecil. Sang gadis melemparkan senyum manisnya kepada para penonton yang memujinya maupun yang menggodanya. Suatu saat, akhirnya bertemu jua pandangan antara si gadis dan sang ayah tadi. Kejadian ini berulang beberapa kali, dan tidak lah diperkirakan sama sekali kiranya bahwa terjalin rasa cinta antara sang gadis dengan sang ayah dari dua orang anak tersebut.


Demikianlah keadaannya, atas persetujuan kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dahulunya tidak mereka usahakan lagi. Sang ayah kembali rajin berladang dengan dibantu kedua anaknya, sementara sang ibu tiri tinggal di rumah menyiapkan makanan bagi mereka sekeluarga. Begitulah seterusnya sampai berbulan-bulan lamanya hingga kehidupan mereka cerah kembali.

Dalam keadaan yang demikian, tidak lah diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia sangat mencintainya. Akhirnya, seluruh rumah tangga diatur dan berada ditangan sang istri muda yang serakah tersebut. Kedua orang anak tirinya disuruh bekerja keras setiap hari tanpa mengenal lelah dan bahkan disuruh mengerjakan hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan.
"Kalian berdua hari ini harus mencari kayu bakar lagi!" perintah sang ibu, "Jumlahnya harus tiga kali lebih banyak dari yang kalian peroleh kemarin. Dan ingat! Jangan pulang sebelum kayunya banyak dikumpulkan. Mengerti?!"
"Tapi, Bu..." jawab anak lelakinya, "Untuk apa kayu sebanyak itu...? Kayu yang ada saja masih cukup banyak. Nanti kalau sudah hampir habis, barulah kami mencarinya lagi..."
"Apa?! Kalian sudah berani membantah ya?! Nanti kulaporkan ke ayahmu bahwa kalian pemalas! Ayo, berangkat sekarang juga!!" kata si ibu tiri dengan marahnya.

Anak tirinya yang perempuan kemudian menarik tangan kakaknya untuk segera pergi. Ia tahu bahwa ayahnya telah dipengaruhi sang ibu tiri, jadi sia-sia saja untuk membantah karena tetap akan dipersalahkan jua. Setelah membawa beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka menuju hutan. Hingga senja menjelang, kayu yang dikumpulkan belum mencukupi seperti yang diminta ibu tiri mereka. Terpaksa lah mereka harus bermalam di hutan dalam sebuah bekas pondok seseorang agar dapat meneruskan pekerjaan mereka esok harinya. Hampir tengah malam barulah mereka dapat terlelap walau rasa lapar masih membelit perut mereka.

Esok paginya, mereka pun mulai mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa lapar pun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang menghampiri mereka.
"Apa yang kalian lakukan disini, anak-anak?!" tanya kakek itu kepada mereka.
Kedua anak yang malang tersebut lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk meneruskan pekerjaan.
"Kalau begitu..., pergilah kalian ke arah sana." kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, "Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!"

Sambil mengucapkan terima kasih, kedua kakak beradik tersebut bergegas menuju ke tempat yang dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana banyak terdapat beraneka macam pohon buah-buahan. Buah durian, nangka, cempedak, wanyi, mangga dan pepaya yang telah masak tampak berserakan di tanah. Buah-buahan lain seperti pisang, rambutan dan kelapa gading nampak bergantungan di pohonnya. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.
Demikianlah keadaannya, atas persetujuan kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dahulunya tidak mereka usahakan lagi. Sang ayah kembali rajin berladang dengan dibantu kedua anaknya, sementara sang ibu tiri tinggal di rumah menyiapkan makanan bagi mereka sekeluarga. Begitulah seterusnya sampai berbulan-bulan lamanya hingga kehidupan mereka cerah kembali.

Dalam keadaan yang demikian, tidak lah diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia sangat mencintainya. Akhirnya, seluruh rumah tangga diatur dan berada ditangan sang istri muda yang serakah tersebut. Kedua orang anak tirinya disuruh bekerja keras setiap hari tanpa mengenal lelah dan bahkan disuruh mengerjakan hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan.
"Kalian berdua hari ini harus mencari kayu bakar lagi!" perintah sang ibu, "Jumlahnya harus tiga kali lebih banyak dari yang kalian peroleh kemarin. Dan ingat! Jangan pulang sebelum kayunya banyak dikumpulkan. Mengerti?!"
"Tapi, Bu..." jawab anak lelakinya, "Untuk apa kayu sebanyak itu...? Kayu yang ada saja masih cukup banyak. Nanti kalau sudah hampir habis, barulah kami mencarinya lagi..."
"Apa?! Kalian sudah berani membantah ya?! Nanti kulaporkan ke ayahmu bahwa kalian pemalas! Ayo, berangkat sekarang juga!!" kata si ibu tiri dengan marahnya.

Anak tirinya yang perempuan kemudian menarik tangan kakaknya untuk segera pergi. Ia tahu bahwa ayahnya telah dipengaruhi sang ibu tiri, jadi sia-sia saja untuk membantah karena tetap akan dipersalahkan jua. Setelah membawa beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka menuju hutan. Hingga senja menjelang, kayu yang dikumpulkan belum mencukupi seperti yang diminta ibu tiri mereka. Terpaksa lah mereka harus bermalam di hutan dalam sebuah bekas pondok seseorang agar dapat meneruskan pekerjaan mereka esok harinya. Hampir tengah malam barulah mereka dapat terlelap walau rasa lapar masih membelit perut mereka.

Esok paginya, mereka pun mulai mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa lapar pun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang menghampiri mereka.
"Apa yang kalian lakukan disini, anak-anak?!" tanya kakek itu kepada mereka.
Kedua anak yang malang tersebut lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk meneruskan pekerjaan.
"Kalau begitu..., pergilah kalian ke arah sana." kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, "Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!"

Sambil mengucapkan terima kasih, kedua kakak beradik tersebut bergegas menuju ke tempat yang dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana banyak terdapat beraneka macam pohon buah-buahan. Buah durian, nangka, cempedak, wanyi, mangga dan pepaya yang telah masak tampak berserakan di tanah. Buah-buahan lain seperti pisang, rambutan dan kelapa gading nampak bergantungan di pohonnya. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.


Menjelang sore, sedikit demi sedikit kayu yang jumlahnya banyak itu berhasil diangsur semuanya ke rumah. Mereka kemudian menyusun kayu-kayu tersebut tanpa memperhatikan keadaan rumah. Setelah tuntas, barulah mereka naik ke rumah untuk melapor kepada sang ibu tiri, namun alangkah terkejutnya mereka ketika melihat isi rumah yang telah kosong melompong.

Ternyata ayah dan ibu tiri mereka telah pergi meninggalkan rumah itu. Seluruh harta benda didalam rumah tersebut telah habis dibawa serta, ini berarti mereka pergi dan tak akan kembali lagi ke rumah itu. Kedua kakak beradik yang malang itu kemudian menangis sejadi-jadinya. Mendengar tangisan keduanya, berdatanganlah tetangga sekitarnya untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi. Mereka terkejut setelah mengetahui bahwa kedua ayah dan ibu tiri anak-anak tersebut telah pindah secara diam-diam.

Esok harinya, kedua anak tersebut bersikeras untuk mencari orangtuanya. Mereka memberitahukan rencana tersebut kepada tetangga terdekat. Beberapa tetangga yang iba kemudian menukar kayu bakar dengan bekal bahan makanan bagi perjalanan kedua anak itu. Menjelang tengah hari, berangkatlah keduanya mencari ayah dan ibu tiri mereka.

Telah dua hari mereka berjalan namun orangtua mereka belum juga dijumpai, sementara perbekalan makanan sudah habis. Pada hari yang ketiga, sampailah mereka di suatu daerah yang berbukit dan tampaklah oleh mereka asap api mengepul di kejauhan. Mereka segera menuju ke arah tempat itu sekedar bertanya kepada penghuninya barangkali mengetahui atau melihat kedua orangtua mereka.

http://tbn0.google.com/images?q=tbn:YHzCBUDnOkLZ3M:http://www.kutaikartanegara.com/image/pesut.jpg



Mereka akhirnya menjumpai sebuah pondok yang sudah reot. Tampak seorang kakek tua sedang duduk-duduk didepan pondok tersebut. Kedua kakak beradik itu lalu memberi hormat kepada sang kakek tua dan memberi salam.
"Dari mana kalian ini? Apa maksud kalian hingga datang ke tempat saya yang jauh terpencil ini?" tanya sang kakek sambil sesekali terbatuk-batuk kecil.
"Maaf, Tok." kata si anak lelaki, "Kami ini sedang mencari kedua urangtuha kami. Apakah Datok pernah melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih muda lewat disini?"
Sang kakek terdiam sebentar sambil mengernyitkan keningnya, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk mengingat-ingat sesuatu.
"Hmmm..., beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang datang kesini." kata si kakek kemudian, "Mereka banyak sekali membawa barang. Apakah mereka itu yang kalian cari?"
"Tak salah lagi, Tok." kata anak lelaki itu dengan gembira, "Mereka pasti urangtuha kami! Ke arah mana mereka pergi, Tok?"
"Waktu itu mereka meminjam perahuku untuk menyeberangi sungai. Mereka bilang, mereka ingin menetap diseberang sana dan hendak membuat sebuah pondok dan perkebunan baru. Cobalah kalian cari di seberang sana."
"Terima kasih, Tok..." kata si anak sulung tersebut, "Tapi..., bisakah Datok mengantarkan kami ke seberang sungai?"
"Datok ni dah tuha... mana kuat lagi untuk mendayung perahu!" kata si kakek sambil terkekeh, "Kalau kalian ingin menyusul mereka, pakai sajalah perahuku yang ada ditepi sungai itu."

Kakak beradik itu pun memberanikan diri untuk membawa perahu si kakek. Mereka berjanji akan mengembalikan perahu tersebut jika telah berhasil menemukan kedua orangtua mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka lalu menaiki perahu dan mendayungnya menuju ke seberang. Keduanya lupa akan rasa lapar yang membelit perut mereka karena rasa gembira setelah mengetahui keberadaan orangtua mereka. Akhirnya mereka sampai di seberang dan menambatkan perahu tersebut dalam sebuah anak sungai. Setelah dua hari lamanya berjalan dengan perut kosong, barulah mereka menemui ujung sebuah dusun yang jarang sekali penduduknya.

Tampaklah oleh mereka sebuah pondok yang kelihatannya baru dibangun. Perlahan-lahan mereka mendekati pondok itu. Dengan perasaan cemas dan ragu si kakak menaiki tangga dan memanggil-manggil penghuninya, sementara si adik berjalan mengitari pondok hingga ia menemukan jemuran pakaian yang ada di belakang pondok. Ia pun teringat pada baju ayahnya yang pernah dijahitnya karena sobek terkait duri, setelah didekatinya maka yakinlah ia bahwa itu memang baju ayahnya. Segera ia berlari menghampiri kakaknya sambil menunjukkan baju sang ayah yang ditemukannya di belakang. Tanpa pikir panjang lagi mereka pun memasuki pondok dan ternyata pondok tersebut memang berisi barang-barang milik ayah mereka.
Rupanya orangtua mereka terburu-buru pergi, sehingga di dapur masih ada periuk yang diletakkan diatas api yang masih menyala. Didalam periuk tersebut ada nasi yang telah menjadi bubur. Karena lapar, si kakak akhirnya melahap nasi bubur yang masih panas tersebut sepuas-puasnya. Adiknya yang baru menyusul ke dapur menjadi terkejut melihat apa yang sedang dikerjakan kakaknya, segera ia menyambar periuk yang isinya tinggal sedikit itu. Karena takut tidak kebagian, ia langsung melahap nasi bubur tersebut sekaligus dengan periuknya.

Karena bubur yang dimakan tersebut masih panas maka suhu badan mereka pun menjadi naik tak terhingga. Dalam keadaan tak karuan demikian, keduanya berlari kesana kemari hendak mencari sungai. Setiap pohon pisang yang mereka temui di kiri-kanan jalan menuju sungai, secara bergantian mereka peluk sehingga pohon pisang tersebut menjadi layu. Begitu mereka tiba di tepi sungai, segeralah mereka terjun ke dalamnya. Hampir bersamaan dengan itu, penghuni pondok yang memang benar adalah orangtua kedua anak yang malang itu terheran-heran ketika melihat banyak pohon pisang di sekitar pondok mereka menjadi layu dan hangus.

Namun mereka sangat terkejut ketika masuk kedalam pondok dan mejumpai sebuah bungkusan dan dua buah mandau kepunyaan kedua anaknya. Sang istri terus memeriksa isi pondok hingga ke dapur, dan dia tak menemukan lagi periuk yang tadi ditinggalkannya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada suaminya. Mereka kemudian bergegas turun dari pondok dan mengikuti jalan menuju sungai yang di kiri-kanannya banyak terdapat pohon pisang yang telah layu dan hangus.

Sesampainya di tepi sungai, terlihatlah oleh mereka dua makhluk yang bergerak kesana kemari didalam air sambil menyemburkan air dari kepalanya. Pikiran sang suami teringat pada rentetan kejadian yang mungkin sekali ada hubungannya dengan keluarga. Ia terperanjat karena tiba-tiba istrinya sudah tidak ada disampingnya. Rupanya ia menghilang secara gaib. Kini sadarlah sang suami bahwa istrinya bukanlah keturunan manusia biasa. Semenjak perkawinan mereka, sang istri memang tidak pernah mau menceritakan asal usulnya.

Tak lama berselang, penduduk desa datang berbondong-bondong ke tepi sungai untuk menyaksikan keanehan yang baru saja terjadi. Dua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia sedang bergerak kesana kemari ditengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Masyarakat yang berada di tempat itu memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut panas sehingga dapat menyebabkan ikan-ikan kecil mati jika terkena semburannya.

Oleh masyarakat Kutai, ikan yang menyembur-nyemburkan air itu dinamakan ikan Pasut atau Pesut. Sementara masyarakat di pedalaman Mahakam menamakannya ikan Bawoi